Dalam dunia penerjemahan, seringkali seorang penerjemah harus menghadapi konflik moral yang memerlukan pertimbangan antara nilai-nilai pribadi dan pekerjaan yang mereka lakukan. Bagaimana mereka menavigasi dilema ini bisa menjadi cerminan dari moralitas dan integritas mereka sebagai individu.
Seorang penerjemah memiliki peran krusial dalam memfasilitasi komunikasi lintas bahasa. Mereka bertugas untuk menerjemahkan teks dari satu bahasa ke bahasa lain, menjembatani kesenjangan bahasa yang mungkin menghambat pemahaman. Namun, terkadang teks yang harus mereka terjemahkan mengandung pesan atau nilai-nilai yang bertentangan dengan prinsip-prinsip pribadi mereka.
Kisah seorang penerjemah berkebangsaan Inggris yang menetap di Brasil adalah contoh nyata dari dilema moral yang dihadapi oleh penerjemah. Wanita ini adalah seorang pecinta lingkungan yang sangat aktif dalam kelompok pencinta alam lokal dan internasional. Pekerjaannya sebagai penerjemah pada awalnya terasa seperti kesempatan untuk menggabungkan pekerjaan dengan prinsip-prinsip yang diyakininya.
Setiap minggu, ia menerima paket berisi materi tentang bahaya merokok yang diselenggarakan di Brasil dan negara-negara lain. Meskipun ia sangat antirokok, awalnya ia senang menerjemahkan teks-teks ini karena ia merasa dapat membantu menyebarkan kesadaran tentang bahaya merokok. Selain itu, teks-teks ini seringkali berupa variasi ringan dari artikel surat kabar, yang membuat tugasnya terasa cukup mudah. Penghasilannya dari pekerjaan ini juga sangat menggiurkan.
Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai merasa ragu etis. Ia mulai bertanya-tanya tentang siapa yang begitu berminat pada teks-teks tentang merokok dari Brasil dan seberapa besar pengaruh mereka sampai mampu membayar penerjemah dari seluruh dunia untuk menerjemahkan semua materi tersebut. Pertanyaan yang lebih besar muncul: Apakah pekerjaannya membantu perusahaan rokok besar yang merusak hutan hujan tropis Amazon untuk pengeringan daun tembakau mereka?
Mengutamakan Prinsip di Atas Segalanya
Dilema moral yang dihadapi oleh penerjemah ini semakin kompleks ketika ia menerima sebuah brosur antirokok yang ditulis oleh seorang aktivis kelompok antirokok di Brasil. Brosur ini bukan hanya ditulis dengan sangat baik, tetapi juga berisi informasi yang sangat penting tentang taktik dan upaya perusahaan rokok untuk mengacaukan kelompok antirokok. Di akhir brosur, terdapat permintaan dukungan dan penjelasan rinci tentang berbagai cara yang digunakan perusahaan rokok untuk mengganggu upaya kelompok tersebut.
Pada saat itulah, wanita ini menyadari bahwa ia harus bertindak. Ia merasa memiliki tanggung jawab moral untuk menyebarkan informasi ini kepada dunia, khususnya ke negara-negara berbahasa Inggris. Dengan tekad yang kuat, ia memutuskan untuk memberikan terjemahan brosur ini kepada kelompok antirokok, bahkan dengan bantuan seorang pengacara kelompok untuk memastikan bahwa tindakannya sesuai dengan hukum.
Pertemuan dengan kelompok tersebut menghasilkan keyakinan bahwa tindakannya adalah langkah yang etis dan legal. Ia dengan penuh keyakinan menyerahkan salinan terjemahan brosur kepada kelompok antirokok dan memilih untuk pergi tanpa menerima gaji.
Hasil dari tindakannya adalah pemutusan hubungan profesionalnya dengan agennya. Sumber penghasilannya yang mapan lenyap begitu saja. Terlihat bahwa perusahaan rokok telah memiliki mata-mata di dalam kelompok antirokok tersebut, dan tindakan berani penerjemah ini telah memicu pemutusan hubungan kerja dengan agen penerjemah.
Kisah ini adalah pengingat bahwa dalam dunia jasa penerjemah resmi, integritas moral dapat menjadi pedoman yang kuat dalam menghadapi dilema. Meskipun pekerjaan seorang penerjemah adalah sumber penghasilan, keputusan untuk mengutamakan prinsip-prinsip pribadi di atas segalanya seringkali adalah tindakan yang bijaksana. Bagi penerjemah seperti wanita ini, moralitas dalam penerjemahan bukan hanya tentang kata-kata yang diterjemahkan, tetapi juga tentang memastikan bahwa pekerjaan mereka selaras dengan nilai-nilai yang mereka pegang teguh.